Master Program

Senin, 21 Juli 2008

Surat Perjanjian Jual Beli

Menulis Surat Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli dibuat untuk mengawali suatu transaksi dagang. Objek yang diperdagangkan dapat berupa barang bergerak (mobil, sepeda motor, hewan) dan barang tidak bergerak (rumah, tanah). Dalam perjanjian tersebut kedua belah pihak telah bersepakat baik secara tulis maupun lisan tentang hak dan kewajiban masing-masing. Pihak pertama (penjual) berkewajiban menyerahkan suatu barang, sedangkan pihak kedua (pembeli) berkewajiban membayar sejumlah uang sesuai dengan harga barang tersebut.

Perjanjian jual beli dapat berlangsung apabila jenis barang dan harga barang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian jual beli yang telah dibuat mengikat kedua belah pihak dan memiliki kekuatan hukum, sekalipun tidak dilengkapi dengan ketentuan lain mengenai waktu dan tempat penyerahan, cara penyerahan, dan cara pembayaran dan sebagainya.

Surat perjanjian jual beli akan kuat kedudukannya apabila dalam pembuatannya disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang lain seperti lurah atau camat. Apabila perjenajian tersebut tidak disahkan oleh notaris atau lurah, disebut dengan perjanjian dibawah tangan. Apabila dalam perjanjian tersebut salah satu pihak merasa dirugikan, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan protes atau klaim.

Cara menyusun Surat Perjanjian Jual Beli

a. Tulislah Judul : PERJANJIAN JUAL BELI TANAH/RUMAH

b. Cantumkan nama, alamat, pekerjaan, pihak-pihak yang membuat perjanjian jual beli tersebut. Penjual disebut dengan Pihak I (kesatu) dan pembeli disebut Pihak II (kedua).

c. Segala macam keterangan mengenai barang yang dijual, hak dan kewajiban pembeli/penjual ditetapkan oleh kedua belah pihak dan diuraikan dengan menjadi pasal 1 dan pasal 2.

d. Pasal 3 menyebutkan besarnya harga jual barang tersebut.

e. Pasal 4 menerangkan waktu/saat penyerahan barang yang dijual oleh pihak penjual kepada pembeli.

f. Pasal 5 menerangkan kewajiban pembeli terhadap barang yang dijual diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

g. Pasal 6 menerangkan kewajiban penjual terhadap barang yang dijual

h. Pasal 7 penjual menerangkan kepada pembeli bahwa barang yang dijual tidak dalam jaminan bank (hipotik) atau dibebani lain-lain.

i. Pasal 8 menerangkan pihak yang akan menanggung segala ongkos yang bertalian dengan jual beli ini, misalnya bea balik nama, bea materai, apakah akan ditangung penjual atau pembeli.

j. Pasal 9 menerangkan bahwa bila terjadi perselisihan, kebijaksanaan yang bagaimana yang akan diambil kedua belah pihak.

k. Surat perjanjian ini dibuat beberapa rangkap sebanyak orang yang turut membubuhkan tanda tangannya dalam perjanjian itu.

Contoh

SURAT PERJANJIAN JUAL BELI TANAH & BANGUNAN

Pada hari ini, Kamis tanggal delapan April 2004 , kami yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Soewartini

Umur : 58 Tahun

Alamat : Jl.Margo Utomo No.20 Pasuruan

Selaku penjual, yang selanjutnya disebut Pihak Pertama ( I )

Nama : Djumiati

Umur : 54 tahun

Alamat : Desa Gayaman Pasuruan

Selaku pembeli yang selanjutnya, disebut Pihak Kedua ( II )

Telah sepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli Tanah dan Bangunan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

Pasal 1

Pihak I menjual tanah berserta bangunannya kepada pihak II yaitu rumah belakang dengan luas bangunan 10 meter persegi yang beralamatkan di Jl. Margo Utomo 32 Pasuruan,. Adapun mengenai batas-batas bangunan tersebut:

  • Sebelah utara batas tembok kepunyaannya pihak I ( Ibu Soewartini )
  • Sebelah barat batas tembok kepunyaanya Bapak.Syamsul,
  • Dan apabila Pihak ke II akan membangun kembali ( renovasi ) bangunan batas rumah maka pihak ke II harus membuat tembok pembatas sendiri, agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.

Pasal 2


Mengenai rumah yang telah dibeli oleh II hanya ada air sumur & Pompa Air. Adapun air PDAM & listrik sementara masih menyalur dari pihak I, dan selanjutnya Pihak II akan memasang sendiri.


Pasal 3

Pihak I dan Pihak II menyepakati harga tanah dan bangunan sebesar Rp. 31.000.000,- ( Tiga Puluh Satu Juta Rupiah)

Pasal 4

Pihak I akan menyerahkan tanah dan bangunan pada saat Pihak II telah membayar secara tunai harga tanah dan bangunan serta menandatangani surat perjanjian ini

Pasal 5


Pihak I akan segera mengosongkan rumah dan bangunan tersebut selambat-lambatnya tiga hari setelah surat perjanjian ini ditandatangani, sehingga Pihak II dapat menempati rumah dan bangunan tersebut.

Pasal 6


Adapun untuk memperoleh sertifikat atas nama pihak II, akan diurus bersama –sama dari biaya mulai kepengurusan sampai selesai ditanggung oleh pihak I & pihak II.


Pasal 7


Jika dalam perjanjian ini timbul suatu persoalan maka akan diselesaikan secara musyawarah/kekeluargaan, bila musyawarah tersebut mengalami kegagalan maka akan diselesaikan secara hukum.

Demikian surat perjanjian jual beli ini dibuat atas kesepakatan Pihak Pertama dan Pihak Kedua, tanpa adanya unsur paksaan didalamnya dan akan dipatuhi bersama. Perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua), dua-duanya bermeterai cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama

Pasuruan, ……….. April 2004

PIHAK I PIHAK II

Ibu Soewartini Ibu. Djumiati

Para Saksi :

1. Dedy Suherman Tanda Tangan ………………………..

2. Ibu Temu Tanda Tangan …………………………

Mengetahui,

Kepala Kelurahan Kebonagung

Kecamatan Purworejo

(bisa juga Camat/Notaris)

______________________

Selasa, 15 Juli 2008

KUTIPAN DAN CATATAN KAKI

…… kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif (1986:164). Masih dalam bukunya Prinsip-prinsip Dasar Sastra Tarigan mengutip pendapat Virginia Wolf yang disadur oleh Mochtar Lubis yang mengatakan bahwa “novel adalah sebuah eksplorasi atau suatu kronik kehidupan merenungkan, dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, hasil kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia” (1986:164). ).[1]

Lebih lanjut Tarigan menyimpulkan sekaligus memberikan gambaran yang jelas dan konkret, yakni:

“Dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel mengandung kata-kata yang berkisar 35.000 buah sampai tak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain jumlah minimal kata-katanya 35.000 buah sehalaman kertas kwarto jumlah garisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah. Selanjutnya dapatlah kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus minimal 100 halaman”. (1986:165)

Pendapat tersebut di atas secara logika memang dapat diterima, namun benarkah sebuah novel harus sesuai dengan rumus tersebut. Apabila kita kembalikan pada hakikat karya sastra yang merupakan fiktif, imajinatif dengan hak otoritas penuh dari penulis, maka patokan Tarigan tersebut sangat sulit jika diterapkan sebagai patokan pembuatan novel….

Dari sisi yang agak berlainan Prof. Dr. Koentjaraningrat rnengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang mengatakan bahwa tradisi merupakan kristalisasi penciptaan masa lalu (1984:71).

Dalam rangka melestarikan dan memperkenalkan tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan tersebut salah satunya perlu suatu wadah. Alternatif wadah tersebut salah satunya adalah sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Atar Semi yang mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (1988:8).

Untuk melihat keterkaitan antara masyarakat dan sastra sebenar­nya dapat dilihat dari fenomena sastra. Yakop Sumarjo memberikan altematif bahwa kita harus memahami fungsi, kedudukan, interaksi dan interpelasi karya-karya tersebut dengan unsur-unsur masyarakat sastra (1982:12). Lebih lanjut Yakop Sumarjo memberikan gambaran bahwa sosiologi sastra Indonesia harus mengupas sekurang-kurangnya tiga hal, yakni:

Pertama, bagaimana interaksi dan interpelasi antara unsur-unsur masyarakat sastra Indonesia. Kedua bagaimana sifat hubungan sebab akibat antara masyarakat sastra, masyarakat sejamannya pengaruh karya sastra dengan masyarakat. Ketiga, bagaimana luas secara keseluruhan (1982:12 - 13).

Dari ketiga masalah tersebut maka dapatlah kita lihat kedudukan sastra dalam masyarakat. Hal ini sangat penting dalam rangka pemahaman sastra dalam konteks sosialnya.



[1] Lihat pula Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Rajawali, Sumardjo, Yacob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Akuni

Kamis, 03 Juli 2008

CARA MENULIS DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka ditulis secara konsisten dan alphabetis sesuai dengan salah satu model baku. Sumber yang dicantumkan hanya yang benar-benar dirujuk di dalam naskah. Semua sumber yang dirujuk di dalam naskah harus dicantumkan di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka dapat bersumber pada buku, jurnal, majalah dan internet. Sebagai contoh, Daftar Pustaka dapat ditulis menurut tata cara sebagai berikut.

1. Buku

Nama pengarang. (tahun terbit). judul buku (cetak miring). edisi buku. kota penerbit: nama penerbit. (model American Psychology Association – APA edisi kelima). Contoh:

Wiersma, W. (1995). Research Methods in Education: An Introduction. Boston: Allyn & Bacon.

2. Artikel/Bab dalam suatu Buku:

Nama pengarang. (tahun terbit). judul artikel. In/dalam nama editor (Ed.). judul buku (cetak miring). Edisi. nama penerbit, kota penerbit, halaman. Contoh:

Schoenfeld, A.H., (1993). On Mathematics as Sense Making: An Informal Attack on the Unfortunate Divorce of Formal and Informal Mathematics, in J.F. Voss., D.N. Perkins & J.W. Segal (Eds.). Informal Reasoning and Education. Hillsdale. NJ: Erlbaum, pp. 311-344.

3. Artikel dari Jurnal

Nama pengarang, tahun, judul artikel, nama jurnal (cetak miring), volume jurnal, halaman. Contoh:

Mikusa, M.G. & Lewellen, H., (1999). Now Here is That, Authority on Mathematics Reforms, The Mathematics Teacher, 92: 158-163.

4. Majalah

Nama pengarang, tahun, judul artikel, nama majalah (cetak miring) volume terbitan, nomor terbitan, halaman. Contoh:

Ross, D., (2001). The Math Wars, Navigator, Vol 4, Number 5, pp. 20-25.

5. Internet

Nama pengarang, tahun, judul (cetak miring), alamat website, tanggal akses. Contoh:

Wu, H.H., (2002). Basic Skills versus Conceptual Understanding: A Bogus Dichotomy in Mathematics Education Tersedia pada http://www.aft.org/publications. Diakses pada tanggal11 Februari 2007


CONTOH DAFTAR PUSTAKA

Atmowiloto, Arswendo. 1986. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: Gramedia

Erste, En Jahob. 1986. Bunga Rampai, Menggugat Wanita, Sastra dan Budaya Kita. Jakarta : Bina Cipta

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius

Koentjoroningrat. 1974. Kebudayaan Metaliter dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Karunia Esa

Makhmud, K. Kusman. 1987. Sastra Nasional dan Daerah. Jakarta

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Rajawali

Sumardjan, dkk. 1984. Budaya Jawa. Jakarta : Rajawali

Sumardjo, Yacob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Akuni

ANCAMAN HUKUMAN BAGI PENGGUNA DAN
PENGEDAR NARKOBA
Untuk menambah wawasan dalam setiap pihak memerangi penyalahgunaan narkoba perlu kiranya dimuat beberapa ancaman hukuman bagi pengguna maupun pengedar narkoba. Pemuatan ancaman hukuman yang telah ditetapkan berdasarkan perundangan negara Republik Indonesia, sekaligus bagi setiap pihak yang bertekat memerangi narkoba ataupun pihak yang mendapat ancaman serangan narkoba benar-benar mengetahui apa saja ancaman hukuman yang diberlakukan di negara ini bagi pengguna maupun pengedar narkoba.
Ada dua undang-undang yang diberlakukan yakni undang-undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika dan undang-undang no.5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ketentuan pidana atau ancaman hukuman terhadap penyalahgunaan dan pengedar gelap narkotika, berikut ini kutipan undang-undang no.22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Pasal 78 ayat 1(a) dan 1 (b)
Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 80 ayat 1(a)
Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 81 ayat 1 (a)
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling lama15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 82 ayat 1 (a)
Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1,000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 84 ayat 1 (a)
Memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain.dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 85 ayat 1 (a)
Menggunakan narkotika golongan I bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun .
Pasal 86 ayat 1 (a)
Orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 88 ayat 1 (a)
Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2), dipidana denga pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 88 ayat 2
Keluarga pecandu narkoba sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat 1 yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau dengan denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 92
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dimuka sidang pengadilan, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Sedangkan ancaman hukuman bagi penyalahgunaan dan pengedar gelap Psikotropika, seperti dikutip dari undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, sebagai berikut:
Pasal 60 ayat 1 (a)
Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak terdaftar pada departement yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 2
Menyalurkan psikotropika, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 3
Menerima penyaluran psikotropika, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 6 ayat 4 dan 5
Menyerahkan dan menerima penyerahan psikotropika, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 62
Barang siapa tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 63
Melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 64 ayat (a dan b)
Menghalang-halangi penderita syndrome ketergantungan untuk mengalami pengobatan dan atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi atau menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi tanpa memiliki izin, dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).