Master Program

Selasa, 15 Juli 2008

KUTIPAN DAN CATATAN KAKI

…… kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif (1986:164). Masih dalam bukunya Prinsip-prinsip Dasar Sastra Tarigan mengutip pendapat Virginia Wolf yang disadur oleh Mochtar Lubis yang mengatakan bahwa “novel adalah sebuah eksplorasi atau suatu kronik kehidupan merenungkan, dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, hasil kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia” (1986:164). ).[1]

Lebih lanjut Tarigan menyimpulkan sekaligus memberikan gambaran yang jelas dan konkret, yakni:

“Dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel mengandung kata-kata yang berkisar 35.000 buah sampai tak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain jumlah minimal kata-katanya 35.000 buah sehalaman kertas kwarto jumlah garisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah. Selanjutnya dapatlah kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus minimal 100 halaman”. (1986:165)

Pendapat tersebut di atas secara logika memang dapat diterima, namun benarkah sebuah novel harus sesuai dengan rumus tersebut. Apabila kita kembalikan pada hakikat karya sastra yang merupakan fiktif, imajinatif dengan hak otoritas penuh dari penulis, maka patokan Tarigan tersebut sangat sulit jika diterapkan sebagai patokan pembuatan novel….

Dari sisi yang agak berlainan Prof. Dr. Koentjaraningrat rnengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang mengatakan bahwa tradisi merupakan kristalisasi penciptaan masa lalu (1984:71).

Dalam rangka melestarikan dan memperkenalkan tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan tersebut salah satunya perlu suatu wadah. Alternatif wadah tersebut salah satunya adalah sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Atar Semi yang mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (1988:8).

Untuk melihat keterkaitan antara masyarakat dan sastra sebenar­nya dapat dilihat dari fenomena sastra. Yakop Sumarjo memberikan altematif bahwa kita harus memahami fungsi, kedudukan, interaksi dan interpelasi karya-karya tersebut dengan unsur-unsur masyarakat sastra (1982:12). Lebih lanjut Yakop Sumarjo memberikan gambaran bahwa sosiologi sastra Indonesia harus mengupas sekurang-kurangnya tiga hal, yakni:

Pertama, bagaimana interaksi dan interpelasi antara unsur-unsur masyarakat sastra Indonesia. Kedua bagaimana sifat hubungan sebab akibat antara masyarakat sastra, masyarakat sejamannya pengaruh karya sastra dengan masyarakat. Ketiga, bagaimana luas secara keseluruhan (1982:12 - 13).

Dari ketiga masalah tersebut maka dapatlah kita lihat kedudukan sastra dalam masyarakat. Hal ini sangat penting dalam rangka pemahaman sastra dalam konteks sosialnya.



[1] Lihat pula Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Rajawali, Sumardjo, Yacob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Akuni

Tidak ada komentar: