Drama memiliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
a.   Aspek cerita
   Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang 
   pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum    dalam
   cerita yang dilukiskan dalam drama.
b.   Aspek pementasan
    Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung 
   berupa pementasan cerita tertentu oleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh     
   dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.
Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog, alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario (rencana lakon sandiwara secara terperinci).
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1.  Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat dalam pertikaian serius    
   yang menimpanya sehingga menimbulkan takut, ngeri, menyedihkan sehingga
   menimbulkan tumpuan rasa kasihan penonton.
2.  Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan yang mendebarkan
   dan mengharukan penggarapan alur dan lakon yang berlebihan sehingga sering penokohan  
   kurang diperhatikan.
3.  Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan sindiran halus. Para pelaku
   berusaha menciptakan situasi yang menggelikan.
4.  Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan. Namun di dalamnya tidak   
   terdapat unsur sindiran. Para pelakunya berusaha berbuat kejenakaan tentang diri mereka
   masing-masing.
5.  Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan biasanya digunakan  
   untuk melakukan kecaman/kritik terselubung.
Dialog merupakan percakapan antarpelaku drama yang mengungkapkan hal-hal atau peristiwa yang dipentaskan.
Alur ialah rangkaian cerita atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, perumitan, klimaks, dan penyelesaian.
Episode ialah bagian pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan bagian alur utamanya.
Unsur-unsur/struktur pembangun drama
•  Penokohan (pelaku dan perwatakan)
     Penokohan atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon    drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya,    bisa saja tokoh lain berwatak pemberang, ringan tangan, dan sangat keji. Karakter ini    diciptakan penulis lakon untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh    itu. Agar dapat mewujudkannya, pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki    penulis lakon drama. Untuk itu, dia perlu menafsirkan, membanding-bandingkan, dan    menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba-coba memerankannya. Hal    ini harus dilakukan supaya penampilannya benar-benar seperti tokoh yang diperankan,    tepat seperti tokoh sesungguhnya. Dalam meleburkan diri menjadi tokoh yang    diperankannya pemain dibantu oleh penata rias, penata busana, dan akting. Misalnya,    jika tokoh yang diperankannya orang tua yang sabar, wajahnya dihias dengan garis-   garis hitam yang mengesankan keriput, rambutnya ditebari bedak hingga tampak memutih.    Kalau tokoh itu orang desa yang sederhana, pakaiannya menyesuaikan, misalnya memakai    kemeja agak lusuh, bersarung, bersandal, serta berkopiah. Gerakannya lambat-lambat    dengan posisi badan agak membungkuk. Demikian pula kalau sedang berbicara, harus    diupayakan bicaranya pelan dan (kalau bisa) suaranya agak serak. Kalau perlu,    kadang-kadang dibuat terbatukbatuk. Unsur-unsur pendukung itu (tata rias, tata    busana, dan akting) satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling mendukung    untuk membantu mewujudkan karakter tokoh seperti yang dikehendaki oleh penulis lakon    drama.
•  Dialog
     Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan para    pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan    dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah     penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu,    melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di balik dialog    para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain    sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti    suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.
•  Konflik
     Konflik dalam pementasan tidak terlepas dari kehadiran tokoh yang bertentangan satu    dengan lainnya. Dalam hal ini, konflik yang hadir dapat berupa pertentangan tokoh    dengan dirinya sendiri, pertentangan dengan orang lain, bahkan konflik dengan alam    sekitar atau pandangan tertentu. Pada segi pementasan drama, konflik akan lebih jelas    terlihat dibandingkan dengan saat kita membaca naskahnya. Gerakan atau tindakan para    tokoh, juga melalui dialog yang diucapkan dapat membentuk suatu peristiwa. Peristiwa    ini berasal dari hal yang biasa sampai konflik yang memuncak. Hal yang patut    diperhatikan adalah peristiwa konflik tidak terjadi begitu saja. Dalam hal ini,    peristiwa yang satu akan mengakibatkan peristiwa yang lain. Peristiwa yang terjadi    karena tindakan tokoh tersebut dikenal dengan motif.
     Motif ini berhubungan langsung dengan alasan setiap tokoh mengambil tindakan    tersebut. Motif dapat muncul dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut.
a. Kecenderungan-kecenderungan dasar (basic instinct) yang dimiliki manusia, misalnya       kecenderungan agar dikenal untuk memperoleh suatu pengalaman tertentu.
b. Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan sosial.
c. Interaksi sosial, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan sesama manusia.
d. Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektual, emosional, persepsi, resepsi, ekspresi, serta
  sosial kulturalnya.
    Dengan mengetahui motif, pembaca akan mendapat dasar yang lebih kuat dalam    menginterpretasikan suatu laku atau suatu peristiwa dalam drama.
•  Tema
    Tema merupakan gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan sebuah drama. Tema    drama digambarkan melalui rangkaian peristiwa. Rangkaian ini menjadi dasar alur    cerita, tokoh-tokoh dengan perwatakannya, dan dialog yang diucapkannya. Tema dalam    drama dikembangkan melalui alur, tokoh-tokoh dengan perwatakan yang memungkinkan    konflik, dan dialog. Tema yang biasa diangkat dalam drama adalah masalah percintaan,    kritik sosial, kemiskinan, kesenjangan sosial, penindasan, ketuhanan, keluarga yang    retak, patriotisme, perikemanusiaan, dan renungan hidup.
•  Amanat
    Seorang pengarang drama baik sadar atau tidak sadar akan menyampaikan amanat dalam    karyanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau penonton    melalui karyanya. Amanat ditentukan atau dicari sendiri oleh pembaca atau penonton.    Setiap pembaca atau penonton dapat berbeda-beda dalam menafsirkan amanat. Amanat    bersifat subjektif dan umum. Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Amanat sebuah    drama akan lebih mudah ditafsirkan jika drama itu dipentaskan. Amanat bermanfaat    dalam kehidupan sehari-hari.
Amanat drama selalu berhubungan dengan tema.
Contoh:
 Drama Romeo dan Juliet bertema masalah percintaan yang berakhir dengan kematian.    Berdasarkan tema, drama Romeo dan Juliet memiliki amanat sebagai berikut.
a. Meskipun manusia begitu cermat dan teliti merencanakan sesuatu, Tuhan jugalah yang       menentukan segala yang terjadi.
b. Manusia tidak kuasa melawan garis nasib yang ditetapkan oleh Tuhan.
Amanat drama Romeo dan Juliet yang dipaparkan di atas adalah versi penulis. Amanat    drama Romeo dan Juliet dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh penonton atau pembacanya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar