1. Pengertian
Wawancara adalah tanya jawab dengan seorang narasumber (pejabat, tokoh masyarakat, dan sebagainya) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai sesuatu hal yang dianggap penting yang layak diketahui oleh masyarakat umum.
Jenis wawancara
a. Wawancara informal
Wawancara yang bersifat spontan, alamiah, pertanyaan bergantung pada si pewawancara sendiri terhadap informasi yang diperlukan
b. Wawancara dengan petunjuk umum
Pewawancara terlebih dahulu membuat kerangka dan garus besar pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan. Pokok-pokok tersebut ditulis sebelum dilakukan wawancara. Pokok yang telah disusun tidak harus dipertanyakan secara berurutan.
c. Wawancara baku terbuka
Wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan,
kata-katanya, cara penyajiannya sama untuk semua informan/narasumber. Wawancara ini
bermanfaat apabila jumlah narasumber/informan lebih dari tiga/banyak jumlahnya.
2. Persiapan wawancara
a. Mengetahui identitas narasumber secara umum; pendidikan, kedudukan/jabatan di
masyarakat, usia, sifat dan sebagainya
b. Menghubungi narasumber terlebih dahulu untuk menanyakan kesediaan diwawancarai,
menentukan masalah yang akan dibahas, dan menentukan waktu pertemuan yang luang
c. Mempersiapkan garis besar pertanyaan yang akan diajukan; sesuai topik masalah, urutan
pertanyaan dari hal ringan dahulu, memperhitungkan waktu dengan pertanyaan yang akan
diajukan
d. Menambah wawasan yang berkaitan dengan masalah yang akan ditanyakan
e. Mempersiapkan alat rekam atau alat tulis
3. Pelaksanaan wawancara
a. Datang pada waktu dan tempat yang ditentukan, wali dengan salam dan sampaikan maksud
wawancara
b. Ajukan pertanyaan yang ringan atau sederhana terlabih dahulu
c. Sampaikan pertanyaan dengan jelas, singkat sesuai pokok pembicaraan
d. Hindari pertanyaan yang bersifat pribadi, meremehkan, tabu, atau menyinggung perasaan
e. Jawaban of the record jangan dicatat/dimasukkan dalam hasil wawancara
f. Mencatat hal-hal yang penting dan menyimpulkan sendiri hasil penjelasan yang panjang lebar
g. Lakukan pengamatan secara fisik dan tingkah narasumber
h. Akhiri dengan berterima kasih, permohonan maaf dan mohon diri/salam
Macam-macam Menyimak
1. Menyimak Intensif
menyimak memahami secara terperinci, teliti, dan mendalami bahan yang disimak.
2. Menyimak Ekstensif
menyimak memahami secara sepintas dan umum dalam garis-garis besar atau butir-butir
penting tertentu.
3. Menyimak untuk Belajar
melalui kegiatan menyimak, seseorang mempelajari berbagai hal yang dibutuhkan.
Misalnya, para siswa menyimak ceramah guru bahasa Indonesia, para siswa mendengarkan
suara radio, televisi, dan sebagainya.
4. Menyimak untuk Menghibur
menyimak sesuatu untuk menghibur dirinya. Misalnya, menyimak pembacaan cerita-cerita
lucu, pertunjukan sandiwara, film, dan sebagainya.
5. Menyimak untuk Menilai
menyimak mendengarkan, memahami isi simakan, menelaah, mengkaji, menguji, dan
membandingkan dengan pengalaman serta pengetahuan menyimak.
6. Menyimak Diskriminatif
menyimak untuk membedakan bunyi suara. Dalam belajar bahasa Inggris, misalnya siswa
harus dapat membedakan bunyi (i) dan (i:).
7. Menyimak Pemecahan Masalah
menyimak mengikuti uraian pemecahan masalah secara kreatif dan analisis yang
disampaikan oleh si pembicara. Mungkin juga penyimak dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya, secara kreatif dan analisis setelah yang bersangkutan mendapat informasi dari
menyimak sesuatu.
Persiapan dan Etika Berwawancara
Sebelum mengadakan wawancara, seorang pewawancara harus menyiapkan berbagai hal.
1. Menentukan topik wawancara, misalnya: Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga miskin.
2. Memilih narasumber yang akan diwawancarai.
Contoh:
– Mewawancarai penyalur BLT, yaitu lurah, ketua RW, dan ketua RT.
– Mewawancarai warga yang mendapat BLT.
3. Membuat janji dengan narasumber.
4. Menyiapkan daftar pertanyaan untuk wawancara.
Contoh:
a. Daftar pertanyaan untuk penyalur BLT sebagai berikut.
– Bagaimana cara Anda mendata warga yang akan mendapat BLT?
– Bagaimana cara penyaluran BLT agar merata?
b. Daftar pertanyaan untuk warga miskin sebagai berikut.
– Bagaimana perasaan Anda setelah mendapat BLT dari pemerintah?
– Seberapa besar BLT dari pemerintah sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan
keluarga Anda?
Wawancara harus dilakukan dengan etika yang baik. Perhatikan penjelasan berikut!
1. Melakukan janji terlebih dahulu dengan narasumber untuk menentukan waktu dan tempat.
2. Datang tepat waktu saat wawancara dilakukan.
3. Mengenakan pakaian yang sopan.
4. Mengucapkan salam untuk mengawali wawancara.
5. Menggunakan kata sapaan yang tepat.
6. Mengajukan pertanyaan dengan jelas dan lantang, jangan berebutan dengan narasumber.
7. Tidak menyela pembicaraan narasumber karena akan mengganggu kelancaran wawancara.
8. Tidak menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan pribadi narasumber yang tidak
berhubungan dengan topic wawancara.
9. Perlu persetujuan narasumber jika hendak menggunakan alat perekam ataupun alat
pemotret!
10. Mintalah konfirmasi pada narasumber terhadap catatan yang telah dibuat pada akhir
wawancara! Jangan lupa mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan!
11. Dalam melakukan wawancara Anda juga harus mencermati cara untuk mengalihkan
pembicaraan atau disebut dengan topic switching. Untuk mengalihkan pembicaraan,
pergunakan ungkapan yang halus dan tidak menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan
antargolongan). Kadang, dalam proses wawancara, narasumber memberikan informasi yang
tidak jelas arahnya, maka Anda dapat melakukan topic switching.
12. Ketika memulai wawancara dengan narasumber, Anda harus mengawali dan mengakhiri
pembicaraan dengan kata dan ungkapan yang tepat. Mengawali pembicaraan dapat
dilakukan dengan cara memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan
wawancara. Mengakhiri pembicaraan dapat dilakukan dengan mengucapkan terima kasih
dan salam perpisahan.
Pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara harus disusun secara sistematis dan teratur.
Ada beberapa jenis pertanyaan, yaitu:
1. pertanyaan yang bersifat menimba;
2. pertanyaan yang bersifat menyelidiki;
3. pertanyaan yang bersifat membimbing;
4. pertanyaan yang bersifat menyarankan;
5. pertanyaan yang bersifat mengungkapkan; dan
6. pertanyaan yang bersifat meneliti.
Keenam sifat pertanyaan tersebut harus mencerminkan rumus 5W + 1H. Maksud dari
rumus tersebut bahwa pertanyaan dalam wawancara harus menggunakan kata tanya:
1. what atau apa, 2. when atau kapan, 3. who atau siapa, 4. where atau di mana, 5. why atau mengapa, dan 6. how atau bagaimana.
Selain keenam kata tanya tersebut, penanya juga bisa menggunakan kata tanya lain, misalnya: adakah
Senin, 28 Maret 2011
Minggu, 27 Maret 2011
5.1 Mengidentifikasi peristiwa pelaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama
Drama memiliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
a. Aspek cerita
Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang
pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum dalam
cerita yang dilukiskan dalam drama.
b. Aspek pementasan
Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung
berupa pementasan cerita tertentu oleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh
dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.
Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog, alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario (rencana lakon sandiwara secara terperinci).
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1. Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat dalam pertikaian serius
yang menimpanya sehingga menimbulkan takut, ngeri, menyedihkan sehingga
menimbulkan tumpuan rasa kasihan penonton.
2. Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan yang mendebarkan
dan mengharukan penggarapan alur dan lakon yang berlebihan sehingga sering penokohan
kurang diperhatikan.
3. Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan sindiran halus. Para pelaku
berusaha menciptakan situasi yang menggelikan.
4. Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan. Namun di dalamnya tidak
terdapat unsur sindiran. Para pelakunya berusaha berbuat kejenakaan tentang diri mereka
masing-masing.
5. Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan biasanya digunakan
untuk melakukan kecaman/kritik terselubung.
Dialog merupakan percakapan antarpelaku drama yang mengungkapkan hal-hal atau peristiwa yang dipentaskan.
Alur ialah rangkaian cerita atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, perumitan, klimaks, dan penyelesaian.
Episode ialah bagian pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan bagian alur utamanya.
Unsur-unsur/struktur pembangun drama
• Penokohan (pelaku dan perwatakan)
Penokohan atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh lain berwatak pemberang, ringan tangan, dan sangat keji. Karakter ini diciptakan penulis lakon untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu. Agar dapat mewujudkannya, pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama. Untuk itu, dia perlu menafsirkan, membanding-bandingkan, dan menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba-coba memerankannya. Hal ini harus dilakukan supaya penampilannya benar-benar seperti tokoh yang diperankan, tepat seperti tokoh sesungguhnya. Dalam meleburkan diri menjadi tokoh yang diperankannya pemain dibantu oleh penata rias, penata busana, dan akting. Misalnya, jika tokoh yang diperankannya orang tua yang sabar, wajahnya dihias dengan garis- garis hitam yang mengesankan keriput, rambutnya ditebari bedak hingga tampak memutih. Kalau tokoh itu orang desa yang sederhana, pakaiannya menyesuaikan, misalnya memakai kemeja agak lusuh, bersarung, bersandal, serta berkopiah. Gerakannya lambat-lambat dengan posisi badan agak membungkuk. Demikian pula kalau sedang berbicara, harus diupayakan bicaranya pelan dan (kalau bisa) suaranya agak serak. Kalau perlu, kadang-kadang dibuat terbatukbatuk. Unsur-unsur pendukung itu (tata rias, tata busana, dan akting) satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling mendukung untuk membantu mewujudkan karakter tokoh seperti yang dikehendaki oleh penulis lakon drama.
• Dialog
Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.
• Konflik
Konflik dalam pementasan tidak terlepas dari kehadiran tokoh yang bertentangan satu dengan lainnya. Dalam hal ini, konflik yang hadir dapat berupa pertentangan tokoh dengan dirinya sendiri, pertentangan dengan orang lain, bahkan konflik dengan alam sekitar atau pandangan tertentu. Pada segi pementasan drama, konflik akan lebih jelas terlihat dibandingkan dengan saat kita membaca naskahnya. Gerakan atau tindakan para tokoh, juga melalui dialog yang diucapkan dapat membentuk suatu peristiwa. Peristiwa ini berasal dari hal yang biasa sampai konflik yang memuncak. Hal yang patut diperhatikan adalah peristiwa konflik tidak terjadi begitu saja. Dalam hal ini, peristiwa yang satu akan mengakibatkan peristiwa yang lain. Peristiwa yang terjadi karena tindakan tokoh tersebut dikenal dengan motif.
Motif ini berhubungan langsung dengan alasan setiap tokoh mengambil tindakan tersebut. Motif dapat muncul dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut.
a. Kecenderungan-kecenderungan dasar (basic instinct) yang dimiliki manusia, misalnya kecenderungan agar dikenal untuk memperoleh suatu pengalaman tertentu.
b. Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan sosial.
c. Interaksi sosial, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan sesama manusia.
d. Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektual, emosional, persepsi, resepsi, ekspresi, serta
sosial kulturalnya.
Dengan mengetahui motif, pembaca akan mendapat dasar yang lebih kuat dalam menginterpretasikan suatu laku atau suatu peristiwa dalam drama.
• Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan sebuah drama. Tema drama digambarkan melalui rangkaian peristiwa. Rangkaian ini menjadi dasar alur cerita, tokoh-tokoh dengan perwatakannya, dan dialog yang diucapkannya. Tema dalam drama dikembangkan melalui alur, tokoh-tokoh dengan perwatakan yang memungkinkan konflik, dan dialog. Tema yang biasa diangkat dalam drama adalah masalah percintaan, kritik sosial, kemiskinan, kesenjangan sosial, penindasan, ketuhanan, keluarga yang retak, patriotisme, perikemanusiaan, dan renungan hidup.
• Amanat
Seorang pengarang drama baik sadar atau tidak sadar akan menyampaikan amanat dalam karyanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau penonton melalui karyanya. Amanat ditentukan atau dicari sendiri oleh pembaca atau penonton. Setiap pembaca atau penonton dapat berbeda-beda dalam menafsirkan amanat. Amanat bersifat subjektif dan umum. Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Amanat sebuah drama akan lebih mudah ditafsirkan jika drama itu dipentaskan. Amanat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Amanat drama selalu berhubungan dengan tema.
Contoh:
Drama Romeo dan Juliet bertema masalah percintaan yang berakhir dengan kematian. Berdasarkan tema, drama Romeo dan Juliet memiliki amanat sebagai berikut.
a. Meskipun manusia begitu cermat dan teliti merencanakan sesuatu, Tuhan jugalah yang menentukan segala yang terjadi.
b. Manusia tidak kuasa melawan garis nasib yang ditetapkan oleh Tuhan.
Amanat drama Romeo dan Juliet yang dipaparkan di atas adalah versi penulis. Amanat drama Romeo dan Juliet dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh penonton atau pembacanya.
a. Aspek cerita
Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang
pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum dalam
cerita yang dilukiskan dalam drama.
b. Aspek pementasan
Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung
berupa pementasan cerita tertentu oleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh
dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.
Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog, alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario (rencana lakon sandiwara secara terperinci).
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1. Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat dalam pertikaian serius
yang menimpanya sehingga menimbulkan takut, ngeri, menyedihkan sehingga
menimbulkan tumpuan rasa kasihan penonton.
2. Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan yang mendebarkan
dan mengharukan penggarapan alur dan lakon yang berlebihan sehingga sering penokohan
kurang diperhatikan.
3. Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan sindiran halus. Para pelaku
berusaha menciptakan situasi yang menggelikan.
4. Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan. Namun di dalamnya tidak
terdapat unsur sindiran. Para pelakunya berusaha berbuat kejenakaan tentang diri mereka
masing-masing.
5. Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan biasanya digunakan
untuk melakukan kecaman/kritik terselubung.
Dialog merupakan percakapan antarpelaku drama yang mengungkapkan hal-hal atau peristiwa yang dipentaskan.
Alur ialah rangkaian cerita atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, perumitan, klimaks, dan penyelesaian.
Episode ialah bagian pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan bagian alur utamanya.
Unsur-unsur/struktur pembangun drama
• Penokohan (pelaku dan perwatakan)
Penokohan atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh lain berwatak pemberang, ringan tangan, dan sangat keji. Karakter ini diciptakan penulis lakon untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu. Agar dapat mewujudkannya, pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama. Untuk itu, dia perlu menafsirkan, membanding-bandingkan, dan menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba-coba memerankannya. Hal ini harus dilakukan supaya penampilannya benar-benar seperti tokoh yang diperankan, tepat seperti tokoh sesungguhnya. Dalam meleburkan diri menjadi tokoh yang diperankannya pemain dibantu oleh penata rias, penata busana, dan akting. Misalnya, jika tokoh yang diperankannya orang tua yang sabar, wajahnya dihias dengan garis- garis hitam yang mengesankan keriput, rambutnya ditebari bedak hingga tampak memutih. Kalau tokoh itu orang desa yang sederhana, pakaiannya menyesuaikan, misalnya memakai kemeja agak lusuh, bersarung, bersandal, serta berkopiah. Gerakannya lambat-lambat dengan posisi badan agak membungkuk. Demikian pula kalau sedang berbicara, harus diupayakan bicaranya pelan dan (kalau bisa) suaranya agak serak. Kalau perlu, kadang-kadang dibuat terbatukbatuk. Unsur-unsur pendukung itu (tata rias, tata busana, dan akting) satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling mendukung untuk membantu mewujudkan karakter tokoh seperti yang dikehendaki oleh penulis lakon drama.
• Dialog
Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.
• Konflik
Konflik dalam pementasan tidak terlepas dari kehadiran tokoh yang bertentangan satu dengan lainnya. Dalam hal ini, konflik yang hadir dapat berupa pertentangan tokoh dengan dirinya sendiri, pertentangan dengan orang lain, bahkan konflik dengan alam sekitar atau pandangan tertentu. Pada segi pementasan drama, konflik akan lebih jelas terlihat dibandingkan dengan saat kita membaca naskahnya. Gerakan atau tindakan para tokoh, juga melalui dialog yang diucapkan dapat membentuk suatu peristiwa. Peristiwa ini berasal dari hal yang biasa sampai konflik yang memuncak. Hal yang patut diperhatikan adalah peristiwa konflik tidak terjadi begitu saja. Dalam hal ini, peristiwa yang satu akan mengakibatkan peristiwa yang lain. Peristiwa yang terjadi karena tindakan tokoh tersebut dikenal dengan motif.
Motif ini berhubungan langsung dengan alasan setiap tokoh mengambil tindakan tersebut. Motif dapat muncul dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut.
a. Kecenderungan-kecenderungan dasar (basic instinct) yang dimiliki manusia, misalnya kecenderungan agar dikenal untuk memperoleh suatu pengalaman tertentu.
b. Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan sosial.
c. Interaksi sosial, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan sesama manusia.
d. Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektual, emosional, persepsi, resepsi, ekspresi, serta
sosial kulturalnya.
Dengan mengetahui motif, pembaca akan mendapat dasar yang lebih kuat dalam menginterpretasikan suatu laku atau suatu peristiwa dalam drama.
• Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan sebuah drama. Tema drama digambarkan melalui rangkaian peristiwa. Rangkaian ini menjadi dasar alur cerita, tokoh-tokoh dengan perwatakannya, dan dialog yang diucapkannya. Tema dalam drama dikembangkan melalui alur, tokoh-tokoh dengan perwatakan yang memungkinkan konflik, dan dialog. Tema yang biasa diangkat dalam drama adalah masalah percintaan, kritik sosial, kemiskinan, kesenjangan sosial, penindasan, ketuhanan, keluarga yang retak, patriotisme, perikemanusiaan, dan renungan hidup.
• Amanat
Seorang pengarang drama baik sadar atau tidak sadar akan menyampaikan amanat dalam karyanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau penonton melalui karyanya. Amanat ditentukan atau dicari sendiri oleh pembaca atau penonton. Setiap pembaca atau penonton dapat berbeda-beda dalam menafsirkan amanat. Amanat bersifat subjektif dan umum. Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Amanat sebuah drama akan lebih mudah ditafsirkan jika drama itu dipentaskan. Amanat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Amanat drama selalu berhubungan dengan tema.
Contoh:
Drama Romeo dan Juliet bertema masalah percintaan yang berakhir dengan kematian. Berdasarkan tema, drama Romeo dan Juliet memiliki amanat sebagai berikut.
a. Meskipun manusia begitu cermat dan teliti merencanakan sesuatu, Tuhan jugalah yang menentukan segala yang terjadi.
b. Manusia tidak kuasa melawan garis nasib yang ditetapkan oleh Tuhan.
Amanat drama Romeo dan Juliet yang dipaparkan di atas adalah versi penulis. Amanat drama Romeo dan Juliet dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh penonton atau pembacanya.
1.1 Menemukan pokok-pokok isi sambutan/khotbah yang didengar
Berpidato membutuhkan kepiawaian dalam menyusun kosa kata yang tepat berdasarkan tempat, pendengar, dan tujuan dari pidato tersebut. Berdasarkan tujuannya, pidato dibedakan menjadi:
1. pidato yang bertujuan mendorong,
2. pidato yang bertujuan meyakinkan,
3. pidato yang bertujuan untuk bertindak,
4. pidato yang bertujuan memberitahukan atau mengabarkan, dan
5. pidato yang bertujuan menyenangkan atau hiburan.
Pidato dengan tujuan apa pun, dapat disampaikan secara lugas maupun dengan ungkapan yang mengiaskan maksud-maksud tertentu. Jenis-jenis metode pidato adalah sebagai berikut.
1. Metode impromptu (serta merta)
Pembicara berpidato secara spontanitas, mendadak, dan serta merta dengan penyampaian secara improvisasi.
2. Metode menghafal
Pembicara membuat semacam teks dan terus dihafalkan selama pidato.
3. Metode naskah
Pembicara selalu membawa dan menggunakan naskah atau teks selama berpidato.
4. Metode ekstemporan
Merupakan jalan tengah antara metode menghafal dan naskah. Uraian yang akan disampaikan dipersiapkan dalam bentuk kerangka/catatan. Kerangka itulah yang dikembangkan selama pidato berlangsung.
Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan yang panjang dalam sajian yang singkat. ”Precis” berarti ”memotong” atau ”memangkas”. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu. Sebuah ringkasan bermula dari karangan sumber yang panjang, yang kemudian dipangkas dengan mengambil hal-hal atau bagian yang pokok dengan membuang perincian serta ilustrasi. Meskipun begitu, sebuah ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang serta pendekatannya yang asli.
Jadi, ringkasan merupakan keterampilan mereproduksi hasil karya yang sudah ada dalam bentuk yang singkat.
Tujuan ringkasan adalah membantu seseorang memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan, seseorang dibimbing dan dituntun untuk membaca karangan asli dengan cermat dan menuliskan kembali dengan tepat. Untuk membuat ringkasan yang baik, kita perlu membaca buku atau karangan asli dengan cermat. Dengan membaca secara cermat, kita dapat menangkap dan membedakan gagasan utama dengan gagasan tambahan.
Ringkasan berbeda dengan ikhtisar. Walaupun kedua istilah itu sering disamakan, tapi sesungguhnya keduanya berbeda. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli namun tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Ikhtisar sebaliknya, tidak perlu mempertahankan sistematika penulisan sesuai dengan aslinya dan tidak perlu menyajikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional. Dalam ikhtisar, penulis dapat langsung mengemukakan pokok uraian, sementara bagian yang dianggap kurang penting dapat dibuang.
Cara Membuat Ringkasan
Beberapa pegangan untuk membuat ringkasan adalah sebagai berikut.
1. Membaca naskah asli untuk menangkap kesan umum dan sudut pandang pengarang.
2. Mencatat gagasan utama.
3. Membuat reproduksi, yaitu dengan menyusun kembali suatu karangan singkat (ringkasan) berdasarkan gagasan utama.
4. Ketentuan tambahan:
a. Sebaiknya digunakan kalimat tunggal.
b. Bila mungkin, ringkas kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata, rangkaian gagasan diganti dengan gagasan sentral saja.
c. Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan.
d. Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang.
e. Pertahankan susunan gagasan asli dan ringkas gagasan-gagasan tersebut dalam urutan seperti urutan naskah asli.
f. Bila teks asli mengandung dialog, maka harus diubah ke dalam bahasa tak langsung.
g. Penulis harus memperhatikan panjang ringkasan yang dibuat.
1. pidato yang bertujuan mendorong,
2. pidato yang bertujuan meyakinkan,
3. pidato yang bertujuan untuk bertindak,
4. pidato yang bertujuan memberitahukan atau mengabarkan, dan
5. pidato yang bertujuan menyenangkan atau hiburan.
Pidato dengan tujuan apa pun, dapat disampaikan secara lugas maupun dengan ungkapan yang mengiaskan maksud-maksud tertentu. Jenis-jenis metode pidato adalah sebagai berikut.
1. Metode impromptu (serta merta)
Pembicara berpidato secara spontanitas, mendadak, dan serta merta dengan penyampaian secara improvisasi.
2. Metode menghafal
Pembicara membuat semacam teks dan terus dihafalkan selama pidato.
3. Metode naskah
Pembicara selalu membawa dan menggunakan naskah atau teks selama berpidato.
4. Metode ekstemporan
Merupakan jalan tengah antara metode menghafal dan naskah. Uraian yang akan disampaikan dipersiapkan dalam bentuk kerangka/catatan. Kerangka itulah yang dikembangkan selama pidato berlangsung.
Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan yang panjang dalam sajian yang singkat. ”Precis” berarti ”memotong” atau ”memangkas”. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu. Sebuah ringkasan bermula dari karangan sumber yang panjang, yang kemudian dipangkas dengan mengambil hal-hal atau bagian yang pokok dengan membuang perincian serta ilustrasi. Meskipun begitu, sebuah ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang serta pendekatannya yang asli.
Jadi, ringkasan merupakan keterampilan mereproduksi hasil karya yang sudah ada dalam bentuk yang singkat.
Tujuan ringkasan adalah membantu seseorang memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan, seseorang dibimbing dan dituntun untuk membaca karangan asli dengan cermat dan menuliskan kembali dengan tepat. Untuk membuat ringkasan yang baik, kita perlu membaca buku atau karangan asli dengan cermat. Dengan membaca secara cermat, kita dapat menangkap dan membedakan gagasan utama dengan gagasan tambahan.
Ringkasan berbeda dengan ikhtisar. Walaupun kedua istilah itu sering disamakan, tapi sesungguhnya keduanya berbeda. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli namun tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Ikhtisar sebaliknya, tidak perlu mempertahankan sistematika penulisan sesuai dengan aslinya dan tidak perlu menyajikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional. Dalam ikhtisar, penulis dapat langsung mengemukakan pokok uraian, sementara bagian yang dianggap kurang penting dapat dibuang.
Cara Membuat Ringkasan
Beberapa pegangan untuk membuat ringkasan adalah sebagai berikut.
1. Membaca naskah asli untuk menangkap kesan umum dan sudut pandang pengarang.
2. Mencatat gagasan utama.
3. Membuat reproduksi, yaitu dengan menyusun kembali suatu karangan singkat (ringkasan) berdasarkan gagasan utama.
4. Ketentuan tambahan:
a. Sebaiknya digunakan kalimat tunggal.
b. Bila mungkin, ringkas kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata, rangkaian gagasan diganti dengan gagasan sentral saja.
c. Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan.
d. Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang.
e. Pertahankan susunan gagasan asli dan ringkas gagasan-gagasan tersebut dalam urutan seperti urutan naskah asli.
f. Bila teks asli mengandung dialog, maka harus diubah ke dalam bahasa tak langsung.
g. Penulis harus memperhatikan panjang ringkasan yang dibuat.
Langganan:
Postingan (Atom)